PRESIDEN
RAKYAT ..... SELAMAT !!!
Oleh:
Audy
WMR Wuisang
Jika syarat menjadi PRESIDEN adalah TAMPANG YANG TAMPAN atau POSTUR
YANG GAGAH, maka bisa dipastikan JOKOWI akan gagal terpilih. Jika syaratnya
adalah PENAMPILAN BERKELAS DAN PENUH GAYA, maka si tokoh GEMAR BLUSUKAN ini
tidak memenuhi syarat. Jika syaratnya adalah punya KENDARAAN MEWAH, maka JOKOWI
juga kalah (INNOVA Vs HELIKOPTER ??). Jangankan terpilih, menjadi CALON saja
sudah akan sangat sulit.
Tetapi, faktanya JOKOWI yang berwajah 'NDESO, atau dituding sinis si KEREMPENG,
gemar blusukan, justru yang MEMENANGKAN HATI RAKYAT. Diapun terpilih menjadi
PRESIDEN RI untuk tahun 2014-2019 melalui pertarungan penuh intrik, penuh black
champaign, penuh fitnah. Dengan segala macam gempuran dari kubu sebelah, JOKOWI
mampu memenangi kompetisi secara meyakinkan. Berbeda sekitar 8 juta suara
dibandingkan kompetitornya.
Mengapa JOKOWI? Pastilah banyak pendukung PRABOWO SUBIANTO-HATTA
RAJASA yang bingung. Dibenak mereka, mungkin bertanya-tanya penuh keheranan:
"Kok bisa ya orang yang tidak GAGAH, tidak MEYAKINKAN TAMPANGNYA, kerjanya
blusukan melulu, bukan Ketua Partai Politik ........ tetapi memenangkan
Pemilihan Presiden 2014 ini ...."?
Padahalnya lagi, pertanyaan itu tidak perlu. Bagi mereka yang senang
mengamati fenomena politik, atau mereka yang belajar Ilmu Politik dan memiliki
kepekaan, maka kemenangan JOKOWI adalah sebuah keniscayaan. Terutama, jika
dihadapkan dengan tokoh-tokoh Calon Presiden RI yang tersedia di pentas politik
sejak tahun 2013 atau bahkan 2012 lalu. Tetapi, bukan kemenangannya di
Pemilihan Gubernur DKI yang membuatnya menang. Sama sekali bukan. Kemenangan
dan ketokohan seorang JOKOWI memang terletak dalam dirinya. Dan ini yang
kemudian bersimbiosis dengan realitas politik Indonesia pasca SBY. Artinya, dia
hadir tepat pada waktunya.
Pertama kali melihat seorang JOKOWI di Universitas Indonesia beberapa
tahun silam, ketika dia masih menjabat Walikota SOLO, tidak ada sama sekali
yang berkesan. Penampilannya tidak meyakinkan. Dia datang dengan taxi dan turun
dalam kesederhanaan dengan tidak menonjolkan "KEWALIKOTAANNYA".
Tetapi, dia diundang untuk MENGAJAR waktu itu. "Walikota Solo
......." begitu bisik-bisik para mahasiswa/mahasiswi Pasca Sarjana Politik
UI ........
Walikota Solo? wuaduh, ternyata sosok yang terkenal itu. Dan memang
benar, dia terlihat sangat sederhana dan bersahaja serta juga rendah hati.
Tidak menunjukkan dan sok-sok an sebagai seorang Pejabat di SOLO, tetapi tampil
seadanya. Hanya, prestasinya di Solo, membuat dia menjadi fenomenal, dan
akhirnya diundang untuk membagi pengalaman birokrasinya dengan para mahasiswa.
"Beginikah tampilan Walikota itu ........."? ......."Seandainya
........." begitu saya berpikir dan mengandaikan para pemimpin Negeri ini berlaku
dan bertindak. Penuh pengabdian tetapi tetap sederhana dan tetap rendah hati
dan tidak sok kuasa. Tetapi, sungguh, saya sendiripun tidak pernah bermimpi
bahwa sosok sederhana itu akan menjadi orang nomor SATU di Indonesia suatu saat
nanti.
Dan, ketika dia akhirnya terpilih menjadi Gubernur DKI, pikiran liar
untuk melihat dirinya sebagai seorang tokoh utama Republik Indonesia tiba-tiba
muncul. Tetapi, tetap masih penuh dengan keraguan.
"Apakah mungkin ....."? begitu pikiran waktu itu. Tetapi, jika memang sudah "takdirnya", maka jalan akan selalu lapang terbuka. Dan ketika benar diapun terpilih menjadi calon Presiden dari PDI Perjuangan, saya segera yakin, tokoh sederhana, kerempeng dan tidak gagah, tetapi sederhana dan mencintai rakyatnya itu, pasti AKAN TERPILIH. Dia sedang MEMENUHI TAKDIRNYA.
"Apakah mungkin ....."? begitu pikiran waktu itu. Tetapi, jika memang sudah "takdirnya", maka jalan akan selalu lapang terbuka. Dan ketika benar diapun terpilih menjadi calon Presiden dari PDI Perjuangan, saya segera yakin, tokoh sederhana, kerempeng dan tidak gagah, tetapi sederhana dan mencintai rakyatnya itu, pasti AKAN TERPILIH. Dia sedang MEMENUHI TAKDIRNYA.
Inilah
Keunggulan Si Tokoh TIDAK GAGAH itu .......
Pertama, psikologi politik masyarakat INDONESIA sedang
"muak" dengan pencitraan dan lambannya seorang Presiden SBY dalam
mengambil keputusan. Kebetulan, anti thesis untuk keduanya (pencitraan dan
kelambanan atau ketidaktegasan) ada dalam diri JOKOWI dan PRABOWO. Tetapi,
keunggulan JOKOWI yang paling mencolok adalah KESEDERHANAAN dan kecintaannya
kepada RAKYAT KECIL yang tidak dibuat-buat. Meski selama kampanye mati-matian
Fadlo Zon dan Fachry Hamzah menuding semua itu adalah PENCITRAAN, tetapi rekam
jejak dan kesederhanaan seorang JOKOWI tidak mungkin dipoles dan dipertunjukkan
secara demikian alami.
Jokowi yang suka blusukan, bisa saja dipoles. Tetapi, semua
penampilannya, semua dialognya dengan rakyat, kesediaannya duduk dan bicara
berlama-lama dengan rakyat di tempat kumuh sekalipun, tidak akan bisa
dibuat-buat. Bahkan kesaksian banyak orang, rakyat kecil terutama, tentang
bagaimana Gubernur mereka mau berbagi makanan, duduk melantai bersama mereka,
makan nasi bungkus bersama mereka, mendengar dengan tekun keluhan mereka, telah
membuat orang-orang kecil ini DIBAYAR BERAPAPUN tidak akan mengalihkan pilihan
dari JOKOWI. Dan, ini menular secara sangat luar biasa lewat PERS (termasuk TV
ONE) ke seluruh pelosok Republik Indonesia.
Sudah cukup? Masih belum. Selain kesederhanaannya, JOKOWI juga
menunjukkan dua sisi lain yang sangat menyentuh dan membangun kekuatannya
menjadi lebih lengkap. Di Kota Solo, dia didampingi seorang Katolik sebagai
Wakil Walikotanya, dan di Jakarta dia berduet secara serasi dengan seorang
Kristen. Padahal, Katolik maupun Kristen bukanlah mayoritas di Solo dan
Jakarta. Tetapi, fakta ini memperlihatkan komitmen pluralisme yang sangat kuat
dalam tradisi, kepribadian, dan kehidupan seorang Jokowi. Dia tidak risih sama
sekali berpasangan dengan wakil walikota ataupun wakil gubernurnya, karena
memang tugas mereka adalah untuk semua orang, bukan untuk sekelompok ornag yang
sama agama dengan dirinya.
Dan, sangat beruntung JOKOWI, karena semua Partai pendukungnya adalah
Partai-Partai yang memiliki komitmen Nasionalisme yang sudah teruji: PDI
Perjuangan, Partai NASDEM, Partai HANURA, PKB dan PKPI. Komposisi ini semakin
menegaskan sikap toleran dan pluralis seorang JOKOWI, berbeda dengan rivalnya
yang justru mengumpulkan dan menumpuk banyak kelompok garis keras di
koalisinya. Bagaimanapun dan betapapun, realitas ini sangatlah penting. Karena
sudah cukup lama dalam khasanah politik Indonesia dimengerti, bahwa kekuatan Nasionalis
masih mayoritas di persada bernama Indonesia ini. Dan ini kembali terbukti
dalam Pemilihan Presiden 2014 ini.
Dan kekuatan yang terakhir adalah, kemampuan dan kualitas personal
seorang JOKOWI yang mampu menggerakkan banyak tokoh, musisi, budayawan, yang
biasanya GOLPUT tetapi kemudian bergerak mendukungnya. INI SOAL KEINDONESIAAN,
begitu yang bisa kita tangkap dari komitmen kelompok yang biasanya SENYAP dari
dunia POLITIK ini. Tetapi, tengoklah, bagaimana kelompok ini mempertunjukkan
kepada BANGSA INDONESIA, kekuatan galangan mereka di Gelora Bung Karno pada 12
Juli 2014. Tanpa dibiayai, masyarakat sekitar Ibukota memenuhi GBK dan
menyanyikan serta menyorakkan dukungan kepada JOKOWI. Hari itu, genaplah
kalimat JOKOWI: Jadikan PILPRES INI KEBAHAGIAAN.
Catatan khusus bagi para MUSISI dan BUDAYAWAN yang bergerak secara
sukarela untuk kemenangan PASANGAN DUA JARI ........... Lagu SALAM DUA JARI
benar-benar tertanam di benak rakyat Indonesia dan sangat membantu JOKOWI
memenangkan PILPRES 2014 ini. Kelompok yang TURUN GUNUNG ini, benar-benar hadir
bukan UNTUK KEPENTINGAN POLITIK MUSISI DAN BUDAYAWAN, tetapi karena memandang
JOKOWI adalah HARAPAN RAKYAT INDONESIA. Tidak TIBA-TIBA mereka rela untuk
mendukung. Catat: MENDUKUNG TANPA BAYARAN. Sebaliknya, mereka URUNAN membiayai
semua acara yang mereka abdikan untuk kemenangan JOKOWI. Dan cara mereka
sungguh jauh dari KEKERASAN, jauh dari FITNAH, jauh dari KAMPANYE HITAM. Mereka
menginterpretasi secara tepat kalimat JOKOWI: Jadikan PILPRES ini sebuah KEGEMBIRAAN.
Luar biasa. Musisi dan Budayawan ini mengajari para POLITISI lewat
serial acara mereka: KONSER KEBANGSAAN, ESTAFET KEBANGSAAN, dst ....... Mereka
mengirim pesan, BERBEDA BOLEH, TETAPI LAKUKAN SECARA SANTUN. Bukan dengan
teriak-teriak SINTING, PENCITRAAN, ANAK PKI, ANAK TIONGHOA, yang justru
menghasilkan kegaduhan dan memecah rakyat Indonesia. Mereka cukup dengan LAGU,
pesan mereka tersampaikan. Dan pilihan mereka itu, diganjar oleh kehadiran
massa yang susah dihitung di GBK. Inilah sebetulnya salah satu KUNCI KEMENANGAN
JOKOWI. Event dimana para MUSISI dan BUDAYAWAN mengajari para POLITISI agar
SANTUN dan BERADAB. Mereka mengajari bagaimana BERDEMOKRASI dengan PENUH
KEBAHAGIAAN.
Di atas semuanya, sejak awal, meski berbeda dengan beberapa kawan
dekat, saya mengatakan JOKOWI PASTI AKAN MENJADI PRESIDEN. Psikologi politik,
kebersahajaannya, bagaimana Pers menjadikannya pusat berita, bagaimana dia
memperlakukan rakyatnya, semua adalah kombinasi yang mengantarnya menjadi
PRESIDEN, bahkan sebelum proses PILPRES itu sendiri berlangsung.
Karena itu, ketika kemudian KPU menetapkan Pasangan JOKOWI-JK menjadi
Presiden RI 2014-2019, maka JOKOWI layak disebut PRESIDEN RAKYAT dalam artian
sebenarnya. Dia memenuhi takdirnya. Mereka yang mencintai rakyatnya, mendengar
rakyatnya, membela rakyatnya dengan kebersungguhan dan dengan nurani mereka,
pasti akan memenuhi takdirnya sebagai Pemimpin. Karena itu, SELAMAT bagi
JOKOWI. SELAMAT PRESIDEN RAKYAT .......
Jakarta, 23 Juli 2014
No comments:
Post a Comment