Wednesday, November 19, 2008

Sumpah Pemuda - Krisis - UU Porno

Sumpah Pemuda - Krisis Ekonomi - UU Porno

Oleh: Audy WMR Wuisang

Hari-hari terakhir terasa agak meresahkan.Setelah dunia dihentak oleh great depression di USA,Di Indonesiapun ada hentakkan baru dalam bentuk pengesahansebuah UU yang sejak awal sudah sangat kontroversial.

Dilihat sangat sekilas, seakan-akan Krisis Ekonomi di USA mestinya tidaklahmendatangkan badai bagi Indonesia. Tetapi, segera setelah beberapa waktu kemudian,badai itu menerpa juga, dan menumbangkan indeks IHSG sampai puluhan % (lebih 50%)dan membuat Rupiah tergolek lesu sampai menyentuh angka Rp. 12.000 melampauiambang angka psikologis Rp. 10.0000. Bahkan BEJ sampai harus ditutup, sebuah sinyal bahwa krisis ekonomi sedang menerpa. Kondisi yang seakan-akan memberi jawab atas semua optimisme yang dikampanyekan pemerintah sebelumnya, bahwa Pemerintahan sekarangmenghasilkan banyak "kebaikan".

Tentu, kampanye kebaikan itutidaklah menyertakan kasus Lapindo, juga tidak kasus kenaikan BBMyang anehnya masih enggan diturunkan pemerintah meskiharga minyak dunia sudah nun jauh dari angka 100 US$. Ada apa?Indonesia yang sedang lemas dan lesu akibat guncangan Krisis Ekonomi global,malah menambahi daya bikin lesu dan lemas itu lewat penetapanUU Pornografi. Walahualam ..... meski dihujani interupsi di luar dan dalam gedung,8 Fraksi pendukung dengan gagah berani menetapkan UU kontroversial tersebut.

Mereka lupa, bahwa mereka menjanjikan perubahan dan modifikasi pada UU itu setelahmenemui kubu yang anti, di Bali dan Sulawesi Utara. Di daerah yang anti tersebut,utusan DPR RI mendapatkan kiritik tajam, walk out, sindiran halus dan tajam, bahkan demodan penolakan keras lainnya. Alhasil, mereka menjanjikan perubahan, yang pada penetapannyajanji itu juga tinggal janji. Mungkin benar, bahwa berpolitik di Indonesiaharus sanggup dan berani berjanji dan harus sanggup dan berani pula melanggar janji itu.Itukah etika politik Indonesia? Mudah-mudahan tidak, tapi memang jarang menemukanfakta betapa itu bukanlah etika politik Indonesia.

Tapi, ada apa pula capek-capek menelaah Krisis Ekonomi global danPenetapan UU Pornografi? dimana juga titik singgungnya?Apakah karena kedua-duanya menghadirkan kelesuan yang rasanyamakin terakumulasi? Dan bagaimana pula kedepan?Pada saat Indonesia membutuhkan energi lebih guna lepas dari beban berat krisis ekonomi,justru DPR RI memberi kado lain yang kontroversial. Meski memang benar, bukan cuma efeknya saja saja yang relevan bagi Indonesia, tetapi karena memang neoliberalisme menyuburkan pornografi di Indonesia. Terutama, karena mekanisme pasar bebas tidak memberi peluang bagi Negara untukmengatur peredaran pornografi dalam skema neoliberalisme.

Negara, bagi kaum neo liberalisme memangbagai penjaga malam semata, penonton atas sepak terjang pasar. Pasar bebas diyakini adalahsatu satunya alat yang mampu mendistribusikan kekayaan dan pada gilirannya kesejahteraan.Sayangnya, doktrin yang sebenarnya sudah terbukti keliru dalam depressi ekonomi 1929-1930an,dan kembali diaplikasikan sejak 1980-an, kembali membuktikan bahwa Pasar tidaklah self regulating, tidaklah mampu mengatur dirinya sendiri. Krisis yang begitu cepat di USA dan melanda dunia menunjukkan bahwa pasar tanpa intervensi pemerintah justru akan semakin lebur. Titik equilibrium takkan tercapai tanpoa intervensi. Maka luluhlah tesis besar kaum neolib itu. Tetapi, akibat lain ditunjukkan oleh Richard Sinnet,yakni betapa budaya kapitalisme baru, justru memberondong dan meluluhlantakkan nilai-nilai kolektivisme dan solidaritas sosial.

Orang menjadi sangat individualis dan loyalitas ke kelompok besar termasuk Negara bisa luruh.Jika krisis ekonomi global menghentak Indonesia dengan ideologi dan dampak budaya yang demikian, maka memang masuk akal untuk mencari "institusi" yang sanggup membuat benteng perlindungan. Dalam konteks sekarang, Negara adalah yang paling mungkin. Sementara itu, pada sisi lain, dalam kasus yang berbeda, Negara juga dilekati atribut dan otoritas lain lewat penetapan UU Pornografi. Otoritas itu adalah memasuki arena privat manusia lewat sebuah pertimbangan yang kalkulasi rasionalnya sungguh sulit diterima. Bahkan, latar budaya yang dikandung UU Pornografi, UU yang memberi otoritas itu, justru tidak lahir dari kandungan budaya Indonesia.

Indonesia, sejak awal teramat plural. Bahkan definisi ketelanjanganpun akan sangat absurd jika diinterpretasi secara tunggal. Ibu-ibu dan anak gadis di desa, biasa saja mengenakan kain kebaya dan memperlihatkan dada terbuka (maaf tidak daerah terlarang) ketika ke kali untuk mencuci pakaian dan mandi. Masyarakat Papua dan Bali, tidak usah dikatakan lagi. Maka, kebudayaan dari manakah yang dirujuk oleh UU kontroversial itu? Bahkan tanah Jawa yang dikenal memiliki tradisi "kemben" ataupun goyang jaipongan dan gaya dangdut, bukankah selintar juga sangat erotis dan digemari di kampung-kampung? maka, luar biasa jika kandungan budaya yang lahir dari keseharian budaya Indonesia dituduh TIDAK SENONOH dan PORNO.

Dari mana asal muasal kategorisasi pemaknaan dan penuduhan satu fakta sebagai porno?Hebatnya lagi, anak-anak dan perempuan yang dituduh bakal menjadi korban dari pornografi, justru hanya subordinasi dari proyek besar di balik UU itu. UU itu, sebetulnya terlampau sarat kepentingan politik. Kepentingan politik yang mencoba membaurkan dengan kepentingan kelompok yang gemar mempolitisasi agama. Disanalah ujung pangkal kontroversi itu, meski banyak orang berusaha memperhalus kontroversi dan pertentangan itu. Karena selain ranah politisasi agama, UU itu juga rawan dan bias gender serta bahkan dalam definisi sudah gamang dan tak berlandasan rasionalitas yang tepat. Karena itu, pemaksaan menjadi pilihan. Kritik prinsip mayoritas dalam proses demokrasi memperoleh landasannya yang kokoh dari kasus ini. Tapi, apakah dengan demikian pornografi diijinkan?Bukan juga demikian.

Pornografi dan komersialisasi pronografi lewat mekanisme bebas sebebas-bebasnya memang harus ditangkal. Membiarkan pasar melakukan mekanismenya sendiri, pasti akan berujung pada kekisruhan sebagaimana great depression di USA dan melanda dunia belakangan ini. Tetapi, menata dan memberi aturan yang masuk akal, termasuk mana yang seharusnya di tata adalah yang terbaik. Bukan membabi buta memerangi pronografi dengan ujung-ujungnya pornografi yang dimaksud menjadi absurd dan bahkan memecah belah Bangsa Indonesia. Maksud hati memerangi pronografi anak dan eksploitasi perempuan, apa daya, yang terjadi adalah menydutukan perempuan dan memporak porandakan fundasi pluralisme Bangsa. Sungguh hebat Bangsa Indonesia melukai dan merusak dirinya sendiri.

Maka, semakin lengkaplah kritik banyak orang, bahwa tingkat kedalaman pembahasan di DPR RI sungguh menyedihkan. Hasil kali ini, memang menyedihkan. Ironis .... karena justru hadiah bagi perayaan 80 tahun Sumpah Pemuda adalah degradasi pluralisme Indonesia lewat penetapan UU Pornografi. Hadiah lainnya adalah ...... betapa pilihan pembangunan ekonomi Indonesia yang entah kapitalisme entah sosialisme alias tidak jelas itu, kembali menunjukkan tingkat kerentanannya. Indonesia, terlalu malu memilih salah satu kutub. Malu menyebut dirinya kapitalisme, tetapi malu juga mengidentifikasi regime sosialisme. Ada di tengah-tengahlah. Begitu kira-kira. Tetapi, karena selalu di tengah mencari aman, maka tingkat fleksibilitas seperti inilah yang tidak mampu dan tindak sanggup menata fundasi ekonomi secara kokoh.

Memang, era sekarang, tidak mungkin lagi menutup pasar domestik dari serbuan asing. Tetapi, tanpa pikiran dan langkah konsisten, maka Indonesia hanya akan menjadi pion yang mudah dikorbankan dalam arena pertarungan global. Karena kita kurang punya konsistensi, alias labil. Atau dalam kasus UU Pornografi, karena Bangsa Indonesia memilih untuk menjadi BANGSA MUNAFIK. Memberantas pornografi dan pelacuran jalanan, tetapi tidak akan menyentuh praktek sejenis yang berlangsung dihotel-hotel berbintang 5, tempat dimana kaum elite Negeri ini mempraktekkan apa yang dilarang oleh UU Porno itu. Inikah hadiah bagi Sumpah Pemuda 2008? Di usia 80 Sumpah Pemuda, bukannya KEINDONESIAAN semakin dirajut, bukannya PLURALISME semakin menemukan kematangannya, justru KEINDONESIAAN semakin terdegradasi.

Lihat isi sms yang beredar seperti ini misalnya: "PERLAWANAN SUDAH MAKSIMAL, BIARKAN MEREKA MEMBUSUKKAN NKRI INI DAN KITA TUNGGU NKRI BUBAR DENGAN SENDIRINYA, dst".Indonesia nampak menjadi semakin tidak nyaman dihuni oleh sebagian warganya,karena memang substansi KEINDONESIAAN semakin terdegradasi dari waktu kewaktu.

(My Facebook: 31 Oktober 2008)

No comments: